Nobel Fisika 2024 dianugerahkan kepada John J. Hopfield dan Geoffrey E. Hinton, dua pelopor yang telah merevolusi dunia kecerdasan buatan (AI) melalui kontribusi mereka dalam pengembangan jaringan saraf tiruan. Penelitian mereka telah membuka jalan bagi kemajuan luar biasa dalam teknologi AI yang saat ini digunakan secara luas dalam berbagai aplikasi, mulai dari mobil otonom hingga sistem pembelajaran mesin.
John J. Hopfield, seorang profesor di Princeton University, dikenal dengan karyanya pada "Jaringan Hopfield." Model ini meniru cara kerja memori manusia, yang memungkinkan jaringan saraf untuk menyimpan dan mengambil pola informasi. Penemuan ini memiliki implikasi besar dalam pemrosesan data, di mana sistem komputer dapat mengenali pola dari data yang rumit dengan efisiensi yang lebih baik. Jaringan Hopfield telah menjadi dasar bagi berbagai pengembangan teknologi, termasuk aplikasi pada pengenalan gambar dan prediksi berbasis data. (NobelPrize.org)
Geoffrey E. Hinton, yang dijuluki "Godfather of AI," terkenal dengan penciptaan algoritma backpropagation, teknik yang memungkinkan jaringan saraf untuk belajar dari kesalahan dan meningkatkan kinerjanya secara berulang. Algoritma ini merupakan langkah penting dalam pelatihan jaringan saraf tiruan dan telah diterapkan dalam pengembangan berbagai aplikasi AI modern. Salah satu pencapaian penting Hinton adalah pada 2012, ketika ia dan timnya mengembangkan sistem berbasis jaringan saraf yang mampu mengenali objek dalam gambar dengan akurasi tinggi. Penemuan ini telah mengubah cara kita menggunakan AI dalam kehidupan sehari-hari, dari pengenalan wajah hingga chatbot canggih.
Namun, di balik keberhasilan mereka, muncul juga pertanyaan etis tentang risiko dan tanggung jawab dalam pengembangan AI. Hinton sendiri pernah menyatakan kekhawatirannya tentang potensi bahaya AI yang semakin canggih. Meskipun demikian, kontribusi mereka telah membantu mempercepat kemajuan teknologi yang berdampak besar pada berbagai sektor industri dan kehidupan manusia.
"Kita belum memiliki pengalaman menghadapi sesuatu yang lebih cerdas dari kita." ujar Hinton dalam konferensi pers Nobel yang disampaikan via telepon, menurut laporan Reuters. Dia menekankan bahwa teknologi yang dikembangkannya akan memberikan manfaat besar di berbagai sektor, termasuk kesehatan. Namun, Hinton juga memperingatkan tentang potensi risiko, terutama jika teknologi tersebut menjadi sulit dikendalikan. Hinton, ilmuwan asal Inggris yang kini berusia 76 tahun, merupakan profesor emeritus di Universitas Toronto.
"Dua penerima Nobel Fisika tahun ini telah memanfaatkan prinsip-prinsip fisika untuk mengembangkan teknik yang menjadi dasar bagi sistem pembelajaran mesin canggih yang ada saat ini." demikian pernyataan dari Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia. Hadiah Nobel Fisika 2024 ini mencakup dana sebesar 11 juta krona Swedia (sekitar Rp 16,6 miliar), yang dibagikan kepada kedua pemenang.
Selengkapnya bisa disimak di: