“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami
hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang.” (QS Al
Isra : 12)
Sejak empat belas abad yang lalu , para sahabat telah berkesimpulan
bahwa bulan dahulu memancarkan cahaya, namun kemudian Allah
menghilangkan sinarnya.
Dalam penafsiran mereka terhadap firman Allah di atas, Imam Ibnu
Katsir mengatakan : Ibnu Abbas Ra menyatakan, “Dahulu bulan bersinar
seperti matahari, dan ia menjadi tanda malam, namun Allah kemudian
menghapusnya, dan warna hitam yang ada pada bulan sekarang ini adalah
bekas penghapusan tersebut.”
Ayat ini mengisyaratkan sebuah fakta ilmiah yang baru muncul dan
mengemuka pada abad 20, bahwa bulan dahulunya adalah bintang yang
menyala, kemudian Allah memadamkan cahayanya. Petunjuk Al Quran mengenai
hal tersebut sebagaimana penafsiran Abdullah bin Abbas sangat jelas.
Kesimpulan yang diambil oleh sahabat mulia dari Al Quran 14 abad yang
lalu, maka apa gerangan yang dikatakan para astronom modern mengenai
masalah ini?
Akhirnya ilmu astronomi menemukan bahwa bulan dahulu menyala kemudian
padam cahayanya. Teknologi teleskop dan satelit generasi pertama telah
berhasil menunjukkan foto foto detail bulan, dan tampak jelas di sana
kawah kawah gunung merapi, dataran tinggi dan rawa rawa.
Namun
para astronom kala itu belum bisa memastikan tipologi bulan ini hingga
astronot Neil Amstrong menginjakkan kaki di bulan pada tahun 1969.
Kemudian dengan peralatan teropong bintang yang akurat dan studi
geologis atas yang analisis lapisan tanahnya, para astronom,
sebagaimana keheranan resmi NASA, baru bisa mengatakan bahwa bulan
berbentuk sejak 4,6 milyar tahun silam dan selama proses
pembentukkannya, ia mengalami serangkaian benturan dasyat dengan meteor
meteor dan asteroid. Akibat pengaruh panas yang sangat tinggi, maka
lapisan lapisannya pun mengalami proses pencairan yang ekstrem, sehingga
menyebabkan pembentukkan palung palung yang disebut “Maria”, juga
membentuk puncak puncak gunung dan kawah yang disebut “Craters”. Kawah
kawah ini selanjutnya melontarkan lahar lahar vulkanik dalam jumlah yang
besar, sehingga memenuhi seluruh palung palungnya. Pada tahap
berikutnya, bulan membeku. Letusan vulkaniknya berhenti dan laharnya
padam. Dan sejak itulah, cahaya bulan menjadi padam setelah sebelumnya
menyala nyala.
Jika
kembali ke ayat ayat Al Quran, kita bisa memberikan catatan tersendiri
pada penggunaan kata “famahaw naa (Kami hapuskan). Menurut ahli bahasa,
mahwu berarti menghapus dan menghilangkan. Dalam konteks ayat ini,
Allah berarti menghilangkan dan menghapus sinar bulan, bukan
menghilangkan planet bulan . Jadi bulan masih tetap ada. Selain itu
Allah juga lebih lanjut berfirman : “ dan Kami jadikan tanda siang itu
terang”. Disini Allah gunakan kata “terang” sebagai pembanding untuk
menunjukkan bahwa yang dijadikan perbandingan adalah cahaya tanda malam
(bulan) dan cahaya tanda siang (matahari), lalu yang pertama padam,
sementara yang kedua tetap terang dan masih bisa kita lihat.
Wallohu''alam